Selasa, 08 Maret 2011

Pengalaman Setelah Memakai Sepatu Tumit Tinggi

Seperti yang diceritakan oleh Ummi Afif binti Mangkuto kepada saya tentang pengalaman memakai sepatu/sandal tumit tinggi

Sewaktu kuliah, beliau sangat senang memakai sepatu tumit tinggi karena pengaruh teman- teman dan juga karena senang dengan modelnya yang memang bagus-bagus, saking senangnya malah sampai tukar-tukaran dengan teman-temannya, padahal harganya lumayan mahal. Ternyata dampak negatifnya dialami setelah punya anak satu , kaki mengalami varises, namun beruntung beliau tinggal di Jerman, sebuah Negara yang maju sehingga beliau melakukan operasi dengan biaya sekitar 20 jutaan (dibayar dengan asuransi), kalau di Indonesia, mungkin sudah dibiarkan seadanya saja. Saat ini pun beliau memakai stocking namanya Schutstrumpfhose. Tanpa memakai Schutstrumpfhose ini, kaki tidak bisa lama lama dibawa berjalan, ini pun juga dibayar oleh asuransi. Kalau di Indonesia harga kaus kaki mirip stocking ini berkisar jutaan rupiah, karena Apotek di Indonesia juga memesan ke Jerman.

Untuk itu beliau menghimbau kepada kaum wanita agar jangan lagi memakai sepatu tumit tinggi, karena penyakit akan datang dikemudian hari, bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati ? Lagipula Negara kita bukanlah Negara maju, untuk pergi ke dokter memerlukan uang yang cukup banyak, sedangkan kadang kadang pelayanan rumah sakit ataupun dokter, belum tentu memuaskan dan tak ada jaminan sehat.


Selain itu, saya juga pernah punya teman yang kena varises setelah dia bekerja karena menggunakan sepatu tumit tinggi di sebuah toko busan. Kalaupun sudah tahu tentang keburukan sepatu/sandal tumit tinggi ini lebih dahulu, tentu kita tidak akan pernah memakainya.

Terima Kasih Buat Ummi Afif binti Mangkuto yang sudah berbagi cerita, semoga kita kaum wanita mampu mengambil pelajaran dari kisah ini.

http://www.facebook.com/topic.php?uid=114941348542659&topic=246

Sejarah Sepatu Tumit Tinggi ( hak tinggi )

Perancis memang dianggap sebagai kiblatnya mode. Di sanalah sepatu tumit tinggi muncul pertama kali, yaitu sekitar abad tujuh belas. Konon laki-laki dan perempuan dari kalangan aristokrat[1] mengenakan sepatu model ini. Tentu saja saat itu tujuannya bukan mencari gaya baru dalam dunia mode, namun sekedar melindungi kaki dan ujung pakaian agar tidak basah saat turun hujan. Tradisi ini kemudian berkembang dan menjadi mode di kalangan wanita secara khusus sampai hari ini.


DALAM TINJAUAN SYAR’ I
Perlu diketahui, tabarruj menurut syar’i meliputi memperlihatkan apa yang tidak boleh diperlihatkan, berbusana yang menyingkap aurat, berikhtilath (campur baur) dengan ajnabi, bersentuhan dengan mereka lewat jabat tangan, berdesak-desakan, dan sebagainya, termasuk berlaku genit dalam berjalan dan berbicara di hadapan mereka.

Berangkat dari sini, menggunakan sepatu tumit tinggi tergolong dalam tabarruj yang diharamkan. Di samping itu, sepatu tumit tinggi terbukti menyebabkan berbagai penyakit, padahal diantara misi diturunkannya syari’at ialah untuk menjaga diri manusia. Allah berfirman yang artinya: “Dan janganlah kalian mencampakkan diri kalian dalam kebinasaan…” (Al Baqarah: 195). Syaikh Abdurrahman As Sa’dy menjelaskan bahwa mencampakkan diri dalam kebinasaan mengandung dua pengertian; pertama: meninggalkan apa yang diperintahkan, yang dengan meninggalkan perintah tersebut seseorang jadi celaka baik jasmani maupun ruhaninya. Kedua: melakukan apa yang mencelakakan jasmani maupun ruhaninya, dan ini mencakup banyak hal. [2]

Selain itu, memakai sepatu seperti ini akan menimbulkan suara yang menarik perhatian lawan jenis. Lebih-lebih jika haknya runcing maka suaranya semakin keras, dan perilaku semacam ini lebih cepat membangkitkan syahwat lelaki. Allah U berfirman yang artinya: “Dan janganlah mereka (kaum wanita) menghentakkan kakinya (saat berjalan), hingga diketahui bahwa mereka menggunakan perhiasan yang tersembunyi…” (An Nur: 31). Ini menunjukkan bahwa cara berjalan seorang wanita yang menarik perhatian adalah haram hukumnya.

Apalagi dengan memakai hak tinggi, pinggul wanita yang memakainya akan menonjol, dan ini juga perbuatan yang haram bila dilakukan dengan sengaja. Kemudian bila pemakainya berniat agar nampak lebih tinggi, maka tambah lagi dosanya, yaitu dosa mengelabui orang lain. Dan yang terakhir, sepatu semacam ini telah menjadi trend wanita-wanita kafir, dari dahulu hingga sekarang. Nabi bersabda:
“Ada seorang wanita Bani Israel yang bertubuh pendek memakai sandal dari kayu. Kemudian berjalan diantara dua wanita yang tinggi agar terlihat tinggi dengan sandal tersebut…” [3].

Berarti, wanita yang memakainya otomatis meniru-niru kebiasaan wanita kafir alias tasyabbuh, dan ini juga diharamkan. Kesimpulannya, mengenakan sepatu tumit tinggi hukumnya haram menurut syari’at Islam.

DALAM TINJAUAN MEDIS
Salah satu masalah kesehatan yang disebabkan oleh sepatu berhak tinggi adalah osteoarthritis. Osteoarthritis adalah bagian dari penyakit radang sendi atau arthritis. Gejalanya berupa nyeri dan kaku di persendian tulang. Umumnya keluhan muncul di persendian lutut dan panggul. Bila dibiarkan bisa menyebarkan nyeri ke bagian otot sekitarnya.
Dengan hak sepatu yang tinggi, tubuh akan menjadi lebih condong ke depan. Tentunya terpiculah penyakit radang sendi.

Ini bukan cerita isapan jempol belaka. Studi yang dilakukan American Academy of Orthopaedic Surgeons beberapa tahun lalu, membuktikan bahwa perempuan yang sering menggunakan sepatu berhak tinggi terutama yang diatas 5 cm, banyak yang mengalami radang sendi di sekitar lutut, paha, tulang panggul, bahkan ada yang sampai ke tulang belakang.

Penggunaan sepatu berhak tinggi akan semakin mengundang resiko penyakit bilamana hak yang dijadikan sandaran berpijak berdiameter kecil. Hak sepatu yang kecil sudah barang tentu menyebabkan pijakan kaki tidak stabil, apalagi bila pemakainya bertubuh gemuk. Agar tubuh tidak terjatuh, secara refleks otot-otot sekitar lutut kerap bekerja keras menjaga keseimbangan tubuh, otot-otot lutut tidak bisa rileks. Inilah yang menyebabkan kaki mudah lelah, capek, dan terserang kram.[5]

Menurut dr. Aileen C Siahaan, SpRM dari RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, pemakaian sepatu yang tidak sesuai biomekanik langkah kaki dalam waktu lama bisa mengubah bentuk kaki dan membuat otot-otot betis dan tumit cedera. Biomekanik adalah aturan mekanik kaki untuk berjalan, yaitu ketika tumit kaki mengangkat dan beban tubuh ditumpukan pada bagian depan kaki baru kemudian kaki diayun ke depan.

Memakai sepatu dengan tumit tinggi diatas lima sentimeter, membuat kaki anda terus-menerus jinjit. Artinya otot akhiles[5] yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan dan akhirnya mengakibatkan varises. Selain itu, orang yang berdiri dengan posisi kaki jinjit akan cenderung menyeimbangkan badan dengan cara menegakkan punggung. Punggung yang tegak terus-menerus lama kelamaan akan sakit yang dapat diikuti dengan sakit pinggang. “Ini untuk kaki normal. Bagaimana jika kakinya bermasalah, seperti telapak kaki datar (kaki bebek). Kaki bermasalah bila memakai hak tinggi, otot-otot kakinya makin tersiksa karena bekerja ekstra keras untuk menyeimbangkan badan,” ujar Aileen.

MENGGANGGU KESUBURAN
Dr. Adel Naseer, wakil Dekan Fakultas Pengobatan Alami di Cairo mengatakan: “Ada sekitar 210 peneliti di seluruh dunia yang memperingatkan kaum wanita akan bahayanya mengenakan sepatu hak tinggi. Bahaya tersebut amat banyak dan serius, yang paling serius diantaranya ialah terjadinya kontraksi yang terus menerus pada otot belakang kaki, yang berujung pada penyakit varises akibat tertekannya pembuluh darah kaki. Bahaya serius lainnya ialah terjadinya pembengkokan dan cacat tulang punggung.

Pengaruh negatif sepatu hak tinggi juga mencakup daerah rongga panggul hingga bentuknya jadi tidak normal dan ukuran pantat semakin besar. Gangguan rongga panggul (pelvis) pada wanita hamil dapat menyebabkannya sulit melahirkan. Sedangkan pada kondisi terburuk, hal tersebut bisa mengurangi kesuburan si wanita atau bahkan menjadikannya mandul!

Tekanan pada ujung kaki juga menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada rongga panggul (pelvis), hingga menyebabkan kacaunya siklus haid si wanita dan rasa sakit berlebih tatkala datang bulan. Peringatan serupa disampaikan pula oleh seorang pakar kesehatan Inggris.[6]

Kedua lutut juga bisa mengeras, akibat tekanan terus-menerus terhadap cartilage (tulang rawan) yang ada di pada keduanya.
Menurut dr. Naseer, problem yang ditimbulkan oleh sepatu hak tinggi tidak berhenti sampai di sini. Pemakaian sepatu hak tinggi juga bertanggung jawab atas munculnya rasa sakit di leher dan bahu, serta rasa lesu dan pusing-pusing. Ia juga bertanggung jawab terhadap rontoknya rambut, lewat pengaruh buruknya pada organ dalam wanita.

GANGGUAN KEJIWAAN
Diantara hasil riset yang paling aneh dalam hal ini, ialah adanya kemungkinan terserang gangguan kejiwaan yang berbahaya. Dr. Naseer menyebutkan tentang sebuah penelitian di barat, yang memperingatkan bahwa pemakaian sepatu hak tinggi dapat berakhir pada penyakit schizophrenia[7]yang mengganggu fungsi berfikir.

“Pemakaian sepatu hak tinggi telah ada sejak seribu tahun lalu, dan telah menunjukkan adanya gejala-gejala awal skizofrenia. Walau hal ini sifatnya masih asumsi ilmiah, toh keselamatan tetap harus diutamakan. Semua orang tahu tentang kaidah kesehatan yang mengatakan bahwa ‘mencegah lebih baik dari pada mengobati’. Apalagi jika masalahnya berkaitan dengan telapak kaki yang kenyamanan tubuh bermula darinya”, ungkap Naseer.[8]

Bahaya lain yang mungkin timbul adalah neuroma, semacam pembengkakan syaraf yang terkenal dengan nama Morton’s neuroma atau plantar neuroma[9]. Keduanya nampak pada jari tengah dan telunjuk kaki. Efek dari neuroma ini ialah rasa nyeri yang luar biasa pada kaki dan rasa terbakar[10].
_________________
[1]. Berasal dari istilah Yunani kuno, aristo artinya ‘yang terbaik’ sedang kratia artinya ‘kepemimpinan’. Dalam konteks ini, aristokrat berarti kalangan terbaik semacam bangsawan (sumber: politea.wordpress.com).
[2]. Tafsir As Sa’dy 1/90.
[3]. HR. Muslim no 2252, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban (12/379), dan ini lafazh Ibnu Hibban.
[4]. Dinukil dari Suaramerdeka.com 01/07/2006.
[5]. Atau tendon Achilles, yaitu ujung otot di atas tumit yang bersifat lentur.
[6]. Dari sebuah artikel (sumber: www.alwatan.com).
[7]. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindera). (sumber: Wikipedia).
[8]. Sumber: www.aljarida.com (diterjemahkan secara ringkas).
[9]. Disebut juga: Morton’s metatarsalgia, Morton’s neuralgia dan intermetatarsal neuroma.
[10]. Yaitu tumor jinak yang menyerang saraf plantar di sela-sela jari. Meski dinamakan neuroma, banyak kalangan tidak menilainya sebagai tumor, akan tetapi sekedar pembengkakan. (wikipedia).

Sumber catatan Ukhty Morina Syahmerdan[dengan meringkas]
www.alwatan.com & www.prameg.com (disadur/diringkas dari bahasa Arab).

Disalin kembali dari : http://basweidan.wordpress.com/2009/06/03/sepatu-tumit-tinggi-dalam-tinjauan-medis-syari/
Reiza Zulkarnaen
Back to Reiza Zulkarnaen™

0 comments:

Posting Komentar

Mohon memberikan komentar yang sesuai dengan topik artikel. Komentar Anda akan kami review dahulu sebelum ditampilkan !!!