Pada postingan yang lalu kita telah menjawab sebuah pertanyaan Mengapa Ice Cream Di Freezer Tidak Mengeras atau tepatnya tidak sekeras es batu? Yah, semua itu terkait dengan sifat koligatif larutan.
Apa saja sih “Sifat Koligatif” itu?
Sifat koligatif yang akan kita bahas ada empat, yaitu:
- Penurunan tekanan uap larutan
- Penurunan titik beku larutan
- Kenaikan titik didih larutan
- Tekanan Osmotik
"Sifat Koligatif Larutan" adalah sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah molekul atau ion yang terdapat di dalam larutan. Sifat ini tidak ditentukan oleh jenis zat yang terlarut, atau ukuran zat tersebut. Jadi dua hal yang mempengaruhi sifat koligatif yaitu banyaknya zat terlarut di dalam larutan dan jenis pelarut apa yang digunakan untuk melarutkan zat tersebut.
Jadi apabila larutan glukosa dan larutan urea (dalam pelarut air) memiliki jumlah zat yang sama maka sifat koligatif keduanya pun akan sama pula. Jangan bingung dengan istilah “jumlah zat” yang saya pakai untuk definisi ini sebab saya memilih kata tersebut untuk mendefinisikan secara general, kata lain yang bisa dipakai sebagai pengganti adalah “konsentrasi”.
Beberapa buku ada yang menyebutkan bahwa sifat koligatif itu dipengaruhi oleh seberapa besar jumlah pelarut yang terdapat di dalam larutan. Jadi larutan NaCl yang fraksi molnya 1/4 dan 3/4 akan memiliki sifat koligatif yang berbeda karena jumlah H2O masing-masing larutan berbeda yaitu 3/4 dan 1/4 fraksi mol.
Ok. Sekarang kita bahas satu persatu ya tentang sifat koligatif ini.
Penurunan Tekanan Uap Larutan
Sebelum kita membahas apa yang dimaksud dengan “penurunan tekanan uap” maka akan lebih mudah jika kita memahami terlebih dahulu tentang proses penguapan.Sediakan beaker glass yang berisi air. Apa yang terjadi pada volume air jika beaker glass berisi air tersebut dibiarkan di tempat terbuka untuk beberapa jam? Saya yakin kamu pasti tahu jawabanya, tentu saja volume air akan berkurang disebabkan adanya proses penguapan.
Karena beaker glass tidak tertutup maka jika dibiarkan terus menerus air dalam beaker glass akan habis menguap semua. Hal ini berbeda jika kita melakukannya pada ruang tertutup. Sekarang sediakan air di dalam wadah tertutup yang dihubungkan dengan pengukur tekanan seperti gambar dibawah ini:
Pada awal percobaan maka ketinggian di kedua kaki pipa akan sama sebab belum ada molekul air yang menguap. Bila kita biarkan beberapa jam maka terjadi perubahan ketinggian raksa pada pipa U (gambar tabung sebelah kanan).
Perubahan ketinggian kaki pada pipa U tersebut menandakan adanya tekanan yang disebabkan oleh molekul air yang telah menguap. Molekul air yang berada dipermukaan air akan mulai menguap terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang.
Pada keadaan setimbang ini maka jumlah molekul air yang menguap meninggalkan cairan akan sama dengan jumlah molekul air yang masuk kedalam cairan. Nah tekanan yang terjadi pada saat suatu liquid berada pada keadaan setimbang dengan uap molekul liquid yang berada di atasnya inilah yang disebut sebagai “Tekanan Uap Liquid”.
Istilah liquid yang saya pakai di atas adalah merujuk pada air, etanol, bensena, dan senyawa-senyawa lain yang berwujud cair di mana zat ini pada umumnya dipakai sebagai pelarut, maka istilah “tekanan uap liquid” untuk pembahasan selanjutnya disebut sebagai “tekanan uap pelarut”.
Besarnya tekanan uap pelarut tidak terpengaruh oleh jumlah pelarut itu sendiri melainkan dipengaruhi oleh suhu. Jadi pada temperature yang berbeda maka tekanan uap pelarut akan berbeda pula. OK, misalnya pada suhu kamar (25°C) diperoleh bahwa tekanan uap air adalah sebesar 20 mmHg.
Bagaimana jika kita melarutkan zat yang nonvolatile (zat yang tidak mudah menguap) contohnya glukosa ke dalam air dan mengukur tekanan uapnya lagi? Misalnya pada suhu yang sama kita mengukur tekanan uap larutan glukosa dan diperoleh tekanan sebesar 18.5 mmHg.
Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan menurunkan tekanan uap pelarutnya. Contoh di atas adalah pada suhu 25°C tekanan uap air murni adalah 20 mmHg dan larutan glukosa dalam air pada suhu yang sama tekanan uapnya adalah 18.5 mmHg
Nilai tekanan uap yang lebih kecil untuk larutan ini menandakan bahwa molekul pelarut menguap di atas larutan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah molekul yang menguap di atas pelarut murni. Lihat gambar dibawah ini agar lebih mudah memahami.
Perhatikan gambar di atas. Sebelah kiri adalah air, sedangkan di sebelah kanan adalah larutan glukosa. Lingkaran putih menunjukkan molekul air yang menguap. Jumlah molekul di atas larutan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pelarut murni yang ada disebelah kiri.
Jika kita punya dua buah beaker di mana satu beaker berisi air dan yang lain berisi larutan asam sulfat, selanjutnya keduanya kita tutup dengan penutup kaca (perhatikan gambar berikut):
Maka setelah beberapa jam volume air akan berkurang sedangkan volume larutan asam sulfat akan bertambah. Ini terjadi akibat tekanan uap pelarut murni lebih besar dibandingkan dengan tekanan uap larutan. Molekul air dari beaker yang berisi air akan terus menguap dan menuju ke permukaan larutan yang ada di beaker berisi asam sulfat. Molekul-molekul air ini kemudian mengembun sehingga menyebabkan volume larutan asam sulfat bertambah. Hal ini akan terjadi terus menerus sampai diperoleh keadaan setimbang yaitu saat semua air habis.
Dari percobaan di atas kita tahu bahwa tekanan uap larutan adalah lebih rendah dari tekanan uap pelarut oleh sebab itulah maka sifat koligatif ini disebut sebagai “Penurunan Tekanan Uap Larutan”.
Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarutnya?
1. Adanya zat terlarut di dalam suatu pelarut akan memperkecil jumlah molekul pelarut per unit volumenya, dengan semakin kecilnya jumlah molekul pelarut tiap satuan volume yang ada di dalam larutan jika dibandingkan dengan jumlah molekul pelarut yang terdapat dalam pelarut murni akan memperkecil pula jumlah molekul yang dapat menguap dengan demikian tekanan uapnya pun akan turun. Untuk mempermudah pengertian maka volume besar maka luas permukaan besar, sedangkan volume kecil maka luas permukaan kecil sehingga jumlah molekul H2O yang akan menguap pun jumlahnya berbeda.2. Dalam bentuk energi (entropi) maka adanya zat terlarut dalam suatu pelarut akan meningkatkan ketidakteraraturan di dalam pelarut.
Campuran (contohnya larutan) memiliki entropi yang lebih besar dibandingkan dengan material tunggal (contoh pelarut murni). Kenaikkan entropi ini akan menaikkan energi yang diperlukan untuk memindahkan molekul pelarut dari fasa liguid ke fasa gas.
Bagaimana Menghitung Penurunan Tekanan Uap Larutan?
Hubungan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap pelarutnya dijabarkan oleh Francois M. Raoult di mana dia mengeluarkan rumus sebagai berikut:P= Xp.Po………(1)
Di mana:P = Tekanan uap larutan
Po = Tekanan uap pelarut murni
Xp = Fraksi mol pelarut
Fraksi mol (X) dinyatakan sebagai perbandingan antara mol suatu spesies dengan mol total dimana spesies itu berada. Jadi misalnya suatu larutan dibuat dari pelarut air dan zat terlarut berupa urea. Maka fraksi mol masing-masing dapat dinyatakan sebagai berikut:
Xair = mol air/mol air + mol urea dan Xurea = mol urea/mol air + mol urea
Jumlah fraksi mol setiap penyusun campuran jika dijumlahkan akan diperoleh nilai = 1, jadi untuk fraksimol larutan urea diatas maka :
Xair + Xurea = 1
Jika larutan hanya dibangun dari dua komponen yaitu pelarut (p) dan satu macam zat terlarut (t) maka hubungan fraksimol keduany dapat dinyatakan sebagai berikut:Xp + Xt = 1
Xp = 1 – Xt…………(2)
Menggabungkan persamaan 1 dan 2 akan diperoleh persamaan sebagai berikut:Xp = 1 – Xt…………(2)
P= Xp.Po
Dengan Xp = 1 – Xt maka diperoleh,P = (1 – Xt)Po
P = Po – Xt.Po
P – Po = Xt.Po
P = Po – Xt.Po
P – Po = Xt.Po
?P = Xt.Po…….(3)
Persamaan 3 inilah persamaan yang dapat dipakai untuk menghitung berapa besarnya penurunan uap suatu larutan.Tips
Penurunan tekanan uap dapat dicari melalui persamaan 1 ataupun 3. Yang perlu diingat adalah jika Anda menggunakan rumus 1 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xp (fraksi mol pelarut) jika menggunakan rumus 3 maka fraksi mol yang dipakai adalah Xt (fraksi mol zat terlarut).Bagaimana jika zat terlarut di dalam suatu pelarut bersifat volatile?
Penjelasan diatas lebih kita fokuskan kepada suatu larutan yang zat terlarutnya bersifat nonvolatile, lalu bagaimana dengan larutan yag dibangun dari zat terlarut yang bersifat volatile?Contoh campuran ini adalah air-etanol, bensena-toluena, atau aseton-etil asetat. Karena zat terlarut bersifat volatile maka uap zat terlarut ini berkontribusi terhadap total uap larutan. Uap yang terdapat di dalam larutan jenis ini dibangun dari molekul zat terlarut dan molekul pelarut. Perhatikan gambar agar lebih mudah dimengerti.
Maka total tekanan uap larutan dapat dinyatakan dengan rumus:
Plarutan = P1 + P2 + P3 + ……..Pn
Dengan,P1 = X1.P1o
P2 = X2.P2o
P3 = X3.P3o
Pn = Xn.Pno
Perlu diingat bahwa Hukum Rauolt berlaku hanya untuk larutan yang bersifat ideal atau larutan encer (dengan konsentrasi rendah. Dimana larutan ideal dicapai jika interaksi antara solute-solut, solvent-solvent, solute-solvent adalah hampir sama. Campuran yang memenuhi hukum Raoult (bersifat ideal) contohnya adalah bensena-toluena. Pencampuran keduaya menghasilkan entalpi yang hampir bernilai nol “0” sehingga campuran ini bersifat “ideal”. Grafik larutan ideal digambarkan dalam gambar berikut ini:
Jika pada waktu melarutkan zat terlarut ke dalam suatu pelarut dibebaskan panas (eksoterm) maka nilai entalpinya adalah negative maka kita dapat mengasumsikan adanya interaksi yang kuat antara pelarut dan zat terlarut hal ini menyebabkan pelarut memiliki tendensi yang kecil untuk menguap maka nilai tekanan uap larutannya akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang diramalkan dari hukum Raoult, peristiwa ini disebut sebagai “deviasi negative hukum Raoult”. Contoh melarutkan aseton dengan air atau campuran antara kloroform dengan aseton. Interaksi kuat aseton-air atau aseto-klorofom disebabkan terbentuknya ikatan hidogen diantara keduanya. Grafik deviasi negative ini akan tampak seperti ini:
Jika kita melarutkan zat terlarut dalam pelarut dimana terjadi penurunan suhu (endoterm) nilai entalpi positif, ini mengindikasikan adanya interaksi yang lemah antara pelarut dengan zat terlarutnya. Akibatnya zat terlarut dan pelarut sama-sama memiliki tendensi untuk menguap sehingga nilai tekanan uapnya akan jauh lebih tinggi dari hasil yang diperoleh (diprediksikan) dengan hukum raoult, peristiwa ini disebut sebagai “deviasi positif hukum raoult”. Contoh melarutkan etanol dalam heksana, bensena-etil alkohol, karbondisulfida-aseton, atau klorofom-etanol. Grafik deviasi positif hukum raoult digambarkan seperti ini:
0 comments:
Posting Komentar
Mohon memberikan komentar yang sesuai dengan topik artikel. Komentar Anda akan kami review dahulu sebelum ditampilkan !!!