by Renungan dan Motivasi : Ifta Istiany Notes pada 30 Agustus 2010 jam 13:20
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
==============================================
PROLOG:
“ Akhi, jangan lupa pagi esok bangun qiamullail ya” ,
“ Ukhti, kalau boleh berilah nasihat-nasihat atau motivasi pada ana” ,
“ Ana uhibbuka fillah” , “ana uhibbuki fillah” ,
“ Salam, akhi tidak masuk kelas ya hari ini?” ,
“ Mudah-mudahan ukhwah kita dipelihara Allah yaa ukhti” …bla..bla..bla..
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Biasa dengar kan ayat-ayat ‘Islamic’ diatas? Kalau tidak biasa dengar, coba baca berulang kali sambil pejamkan mata dan ingat baik-baik dimana, siapa dan kepada siapa kata-kata ini pernah kau ucapkan. Tentunya kepada selain mahram dan sesama jenis.
Saudaraku fillah, memang benar...Orang yang menolak cinta adalah orang yang sedang sakit. Cinta adalah perasaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia. Jika hewan yang tidak berakal itu pun dikaruniakan perasaan cinta, maka mana mungkin manusia yang diberi akal, agama, roh dan nafsu ini tidak diberikan nikmat cinta. Masalahnyanya sekarang, bagaimana cinta itu dilaksanakan agar bertepatan dengan kehendak Allah ? Kita bukan hewan yang bisa membuang najisnya sesuka hati tanpa mengira tempat.
Maka, begitulah cinta tidak boleh sesuka hati diletakkan atau digunakan semaunya tanpa aturan yang benar.
Sejarah telah menunjukkan betapa agungnya cinta antara Nabi dan para sahabat, antara Ansar dan Muhajirin, antara nabi dan ahli keluarganya dan sebagainya. Semuanya atas keperluan dan ikatan ‘aqidah Islamiyyah.
Seorang lelaki sudah tentu mencari perempuan dan perempuan sudah tentu mencari lelaki. Jika selain itu yang dicarinya, benar orang itu sedang stress dalam dunia yang terbalik. Namun, dalam pencarian ini, Allah menetapkan kaidah, cara atau system yang sangat baik walaupun mungkin itu bertentangan dengan nafsu yang sering memberontak dan membangkang.
Apabila perasaan suka kepada ‘si dia’ itu hadir, maka kita akan melihat seorang yang biasa saja menjadi gagah, yang penakut menjadi pemberani, yang bakhil akan menjadi pemurah, yang bodoh nampak semakin pintar, yang gagap berbicara menjadi lincah dan fasih menyusun kata, yang buruk menulis menjadi hebat menulis..itulah situasi orang yang sedang dilanda badai ‘saling mencintai’…akhirnya, muncullah dorongan perasaan untuk tampil super dihadapan sahabat dan teman..terlebih kepada orang yg kita cintai tersebut.
Saat sudah mabuk kepayang itu, maka yang buruk nampak baik..yang busuk tercium wangi..yang nista terdengar mulia. Jika ada yang berani menyebut ‘si dia’ itu begitu dan begini, maka kita sanggup menjadi pembual hebat mempertahankan ‘orang yg kita cintai itu’. “Kamu mana tahu, aku sudah lama kenal dia tau !"..begitu katanya. Duh sombongnya engkau berlagak sahabat.
Jika mata dan telinga sudah tertutup oleh cinta kepada si dia, kemudian yang terjadi adalah seperti ini…:
Setiap hari jika pergi kuliah, tidak bertemu atau berbincang di tengah jalan, rasanya sakit deh semua badan. Jiwa tak tenteram, kepala penat, rasa tak enak duduk…yang pasti HARUS ketemu si dia hari ini meskipun di tengah-tengah jalan sekalipun..dapat melihat wajahnya saja tak apalah.. lalu muncullah ungkapan “inilah cinta abadi antara kita berdua”..yailah tuh…Cinta abadi kayak begitu..? itu cinta ala setan kalau engkau mau tahu.
Padahal semua itu hanya kerana kecantikan yang fana’, kekayaan sementara atau perangai sandiwara.. Biasanya jika tidak bertemu, rasanya ada sesuatu yang hilang dan harus segera dicari. Ada kekhawatiran yang berlebihan dan keinginan yang kuat untuk berjumpa atau paling tidak tahu kondisi..”sehatkah hari ini?”..hemmm
Kalau tidak berkomunikasi mungkin akan putus silaturrahim, putus ukhuwah..itu lah kata-kata yang biasa dijadikan alasan..
Kita sering mengatakan cinta kerana Allah. Buktinya saling nasehat menasihati dalam kesolihan. Tetapi tanpa ikatan apapun, kita memberi perhatian khusus pada sebuah nama. Tidakkah kita berpikir bahwa yang harus dicintai kerana Allah banyak jumlahnya? Tidak hanya dia seorang. Pengkhususan kepada satu nama adalah pemfokusan jaring pesona setan yang berbahaya.
Saling memberi nasihat dan tazkirah satu sama lain, saling memberi hadiah buku penyucian hati, kaset nasyid dan murattal..tetapi ternyata merusak hati..bukan itu yang kita inginkan..
Ketika mula hati terbesit ingin bercinta, maka pandangan pertama seringkali hanya namapak kesolihan, kemuliaan akhlak dan kesamaan visi dalam dakwah. Biasa dengar ucapan ini kan…??
Biasanya bila sudah terjalin komunikasi yg lancar, maka timbullah perasaan keinginan untuk saling memberi perhatian, sekedar memahami atau bahkan berusaha memberikan protect agar si dia senantiasa dalam kesolihan..ehemmmmm..
Kadang-kadang sampai ada yang berpesan: “ukhti, tolong tengokkan dia ya, dijaga, diperhatikan dan dinasihati agar tetap istiqomah dijalan dakwah.."
Jujurlah saudaraku ! Ini cinta atau nafsu..???
Bentuk hubungan yang lepas dari nilai-nilai syar’ie, tidak pernah ada cinta. Yang ada hanya nafsu dan zina dengan segala topeng yang mungkin sulit dikenali kecuali orang yang berhati jernih yang siap menerima kebenaran..
Ketika sholat kita karena dia dan bukan karena DIA. Ketika tahajud kita karena takut besok ditanya oleh dia. Ternyata puasa sunnah kita pun karena dia juga. Kita jadi pemberani dan jagoan pun kerana dia dekat dengan kita. Kita jadi rajin belajar kerana dia. Astaghfirullah..kalau semua kerana dia dan untuk si dia, lalu yang kita simpan untuk bekal akhirat apa?
Islam memposisikan segala sesuatu dalam posisinya yang pas dan menenteramkan. Kita tidak menemukan perintah bahkan terlarang untuk membunuh cinta dan hawa nafsu dengan cara membenarkan cara diri sendiri.
Cinta kita tidak keluar dari kerangka cinta suci Ilahiah bahkan menjadi pembangun kebersamaan dalam kesholihan.
Sebuah solusi bagi cinta dan syahwat adalah pernikahan. Yaitu sebuah ikatan yang menghalalkan apa yang sebelumnya haram. Sebuah ikatan yang menjadikan apa yang sebelumnya dosa sebagai pahala.
Jika kemampuan memang belum ada, maka keinginan dan niat suci tetap harus ada. Jika tidak, maka kita mungkin termasuk dalam salah satu golongan yang disebut oleh Imam Ahmad bin Hanbal berikut:
nah lho..???
Kata Dr.Ali Akbar
Buktinya..zina tangan..kaki..mata..hati..tersembunyi dan menyendiri, tiada siapa pun pernah mencoba untuk mengerti, betapa beratnya zina hati…
Jangan kalian mendekati zina. Apa maksudnya? Jangan melakukan zina saja atau semua jalan yang menuju kearah zina.,
Inikah cinta kita..??? Merusak niat, memalingkan konsentrasi ibadah, atau sampai tidak ada bedanya dengan para remaja lelaki dan wanita sekarang, maka ada sesuatu yang harus diluruskan.
Kita menjadi pengecut, masih takut untuk menanggung beban hidup berumah tangga. Dan sebaliknya, kita begitu licik bersegera untuk menikmati sisi-sisi indah dalam hubungan dua insan tanpa ikatan halal. Benar-benar pengecut!
Kita mengaku takut kepada ancaman neraka Allah, tapi berpacaran dengan pegangan tangan, pelukan dan ciuman atau bahkan lebih dari itu..berani engkau lakukan. Kalau sudah begitu untuk apa engkau mengaku takut kepada api neraka..?? Tahukah engkau saudaraku, dengan begitu engkau sudah menipu Allah. Allah saja berani engkau tipu, apalagi kepada manusia biasa. Astaghfirullah..betapa dzalimnya dirimu !
Maaf kawan, jika kata-kata saya ini tidak berkenan dihati kalian semua. Tapi demi sebuah kebenaran, maka hal itupun tetap saya katakan.
Kita mencicipi manisnya tebu cinta yang belum sah untuk dirasai dan tak bisa menanamnya kembali untuk masa depan yang terbentang di depan kita.
Kata Ust. Anis Matta:
Sayang sekali, yang dibangun bukan perbaikan diri, tetapi ‘proses penopengan’ diri alias kita bukan menjadi diri sendiri.
Kita nampak berbeda waktu dekat dengannya, namun berbeda pula saat berada sendiri di rumah. Inilah yang bahaya untuk perkembangan keperibadian kita.
Sering kita mengadu masalah dengan si dia, baik kecil atau besar. Tapi mengapa ya, sampai sesetia itu bantuannya walaupun masih tidak ada ikatan? Bersiaplah engkau untuk menjadi orang yang tidak mampu menyelesaikan masalah jika semua perkara engkau gantungkan padanya, pada si dia yang juga lemah seperti dirimu. Sungguh rasa ketergantungan itu berbahaya sahabatku!
“Terimalah aku apa adanya…” itu alasan paling klise saat merasakan indahnya masa pacaran. Sebuah kalimat sakti yg menjadi jurus andalan saat menaklukkan hati si dia. Akhirnya engkaupun melaju berpacaran dengan konsep ‘saling memahami’. Kerana keterbukaan, mengharuskan kita untuk saling menumpahkan keluh kesah, mencurahkan isi hati, dan memberi perhatian. Untuk apa curhat masalah padanya,kalau bukan untuk mencari perhatiannya..? Yang benar adalah curhatkan masalahmu kepada Allah. Paling tidak curhatkan kepada sahabatmu sesama akhwat. Bukan kepada orang lain selain mahrammu.
Ustad Fauzil ‘Adhim berkata:
Pacaran sudah merasakan bumbu (penyedap) yang seharusnya mereka gunakan untuk menyedapkan kehidupan rumah tangga. Saling mencurahkan, berbagi, meredakan kegelisahan, memberi perhatian…semua sudah..pandangan kasih nan sayu, sentuhan fisik, sandaran atau pelukan, berpegangan, sentuhan mesra….semua sudah diperbuat. Jika hal itu semua sudah dilakukan selama berpacaran, Lalu apa lagi nikmat yang ada yang perlu disyukuri setelah pernikahan? TIDAK ADA ! yang ada adalah dia sudah menjadi barang bekas, meskipun itu bekasmu sendiri.
Kalau engkau menikah dan pernah pacaran, engkau akan membandingkan pacaran dengan pernikahan. Dan pasti pacaran itu lebih indah kerana pacaran memang mencari yang indah-indah saja. Apa ada lagi yang lain..?
Ketika pacaran, engkau hanya melihat kebaikan yang ada pada si dia saja. Maka bila sudah menikah, engkau akan membuat perbandingan antara isterimu dengan waktu pacaran dulu sebab engkau hanya melihat sifat baiknya saja ketika pacaran.
Cinta tidak lagi menjadi energi yang mendorong produktivitas amal dunia-akhirat, tapi menjadi beban yang memberati jiwa untuk bebas berbakti dan beramal.
Mudahnya kita bisa mengatakan bahwa kita mencintai dia karena Allah semata. Betapa ringan kita menulis “uhibbuki fillah ya ukhti", atau "ukhti..aku mencintaimu karena Allah.." bla..bla..bla dan lain lain lengkap dengan tetek bengeknya. ehemmmm...
Bandingkan jika engkau mengucapkan cintamu sekarang (belum masanya), tetapi ternyata Allah tidak menghendaki dirimu berjodoh dengannya, bukankah hanya sakit hati yang akan kau rasa?
Engkau meyakini sepenuh hati bahawa Allah pasti menjodohkan dia dengan engkau, lalu bukannya meminta yang terbaik dalam istikharahmu, tetapi benar-benar ‘menyuruh’ atau 'mendikte' Allah. Pokoknya, mesti dia Ya Allah.. pokoknya harus dia..! Kalau bukan dia gak mau !
Maka engkau meminta dengan ‘paksa’, lalu Allah Yang Maha Baik pun akhirnya memberi juga padamu yang kau minta itu. Maka yakinkah kamu Allah memberikan dengan kelembutan atau melemparnya dengan kemarahan karena niatmu yang sudah terkotori..? Maka bersiaplah untuk menggigit jari dan menghadapi murka-Nya kelak.
Cinta yang sehat mengajarkan kecerdasan, kematangan emosi, ketenangan hati dan kedewasaan berfikir. Ia mengajarkan kesabaran menahan syahwat, atau membingkainya dalam ikatan suci yang diridhoi Allah..insyaAllah.
Bukan cinta yang hanya mencari kesenangan dunia semata, yang hanya mengenal peluk cium dan gandeng mesra.
Cinta yang tidak sehat hanya akan melahirkan insan yang tidak lagi khusyuk karena hati selalu teringat kekasih. Mata yang mencuri pandang atau pun saling menatap.
Sekecil apapun pelanggaran itu, ia tetap menjadi identitas dosa.
Engkau telah bermesra-mesraan sekian lama sebelum itu, jadi di mana lagi kemesraan selepas perkawinan? engkau telah merasakan nikmatnya saling peluk-pelukan sebelum itu , jadi di mana lagi nikmatnya selepas pernikahan? engkau telah merasakan suasana saling berdua-duaan tentang cerita bahagia dan derita, maka apa lagi yang akan engkau sampaikan pada suami atau istrimu di kamar pengantin selepas perkawinan? SUDAH HABISLAH SEMUA. Yaa..Habis sudah karena semua sudah dirasakan sewaktu berpacaran dulu, mana nikmatnya semua itu setelah engkau habiskan sehabis mungkin sebelum pertalian halal dengan jalan yang penuh dengan liku-liku dosa..???
Pikirkanlah itu saudara dan saudariku..pikirkanlah..!!
Barakallhufikum..semoga menjadi renungan dan motivasi yang bermanfaat
Wassalam..
------------------------------------
- Bidadari Angin Timur -
_*semoga kita bisa menjadi lebih baik*_
Diketik ulang dari Rya Humaira Ar-Rumaki Notes
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
==============================================
PROLOG:
“ Akhi, jangan lupa pagi esok bangun qiamullail ya” ,
“ Ukhti, kalau boleh berilah nasihat-nasihat atau motivasi pada ana” ,
“ Ana uhibbuka fillah” , “ana uhibbuki fillah” ,
“ Salam, akhi tidak masuk kelas ya hari ini?” ,
“ Mudah-mudahan ukhwah kita dipelihara Allah yaa ukhti” …bla..bla..bla..
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Biasa dengar kan ayat-ayat ‘Islamic’ diatas? Kalau tidak biasa dengar, coba baca berulang kali sambil pejamkan mata dan ingat baik-baik dimana, siapa dan kepada siapa kata-kata ini pernah kau ucapkan. Tentunya kepada selain mahram dan sesama jenis.
Saudaraku fillah, memang benar...Orang yang menolak cinta adalah orang yang sedang sakit. Cinta adalah perasaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia. Jika hewan yang tidak berakal itu pun dikaruniakan perasaan cinta, maka mana mungkin manusia yang diberi akal, agama, roh dan nafsu ini tidak diberikan nikmat cinta. Masalahnyanya sekarang, bagaimana cinta itu dilaksanakan agar bertepatan dengan kehendak Allah ? Kita bukan hewan yang bisa membuang najisnya sesuka hati tanpa mengira tempat.
Maka, begitulah cinta tidak boleh sesuka hati diletakkan atau digunakan semaunya tanpa aturan yang benar.
Sejarah telah menunjukkan betapa agungnya cinta antara Nabi dan para sahabat, antara Ansar dan Muhajirin, antara nabi dan ahli keluarganya dan sebagainya. Semuanya atas keperluan dan ikatan ‘aqidah Islamiyyah.
Seorang lelaki sudah tentu mencari perempuan dan perempuan sudah tentu mencari lelaki. Jika selain itu yang dicarinya, benar orang itu sedang stress dalam dunia yang terbalik. Namun, dalam pencarian ini, Allah menetapkan kaidah, cara atau system yang sangat baik walaupun mungkin itu bertentangan dengan nafsu yang sering memberontak dan membangkang.
Apabila perasaan suka kepada ‘si dia’ itu hadir, maka kita akan melihat seorang yang biasa saja menjadi gagah, yang penakut menjadi pemberani, yang bakhil akan menjadi pemurah, yang bodoh nampak semakin pintar, yang gagap berbicara menjadi lincah dan fasih menyusun kata, yang buruk menulis menjadi hebat menulis..itulah situasi orang yang sedang dilanda badai ‘saling mencintai’…akhirnya, muncullah dorongan perasaan untuk tampil super dihadapan sahabat dan teman..terlebih kepada orang yg kita cintai tersebut.
Saat sudah mabuk kepayang itu, maka yang buruk nampak baik..yang busuk tercium wangi..yang nista terdengar mulia. Jika ada yang berani menyebut ‘si dia’ itu begitu dan begini, maka kita sanggup menjadi pembual hebat mempertahankan ‘orang yg kita cintai itu’. “Kamu mana tahu, aku sudah lama kenal dia tau !"..begitu katanya. Duh sombongnya engkau berlagak sahabat.
Jika mata dan telinga sudah tertutup oleh cinta kepada si dia, kemudian yang terjadi adalah seperti ini…:
Setiap hari jika pergi kuliah, tidak bertemu atau berbincang di tengah jalan, rasanya sakit deh semua badan. Jiwa tak tenteram, kepala penat, rasa tak enak duduk…yang pasti HARUS ketemu si dia hari ini meskipun di tengah-tengah jalan sekalipun..dapat melihat wajahnya saja tak apalah.. lalu muncullah ungkapan “inilah cinta abadi antara kita berdua”..yailah tuh…Cinta abadi kayak begitu..? itu cinta ala setan kalau engkau mau tahu.
Padahal semua itu hanya kerana kecantikan yang fana’, kekayaan sementara atau perangai sandiwara.. Biasanya jika tidak bertemu, rasanya ada sesuatu yang hilang dan harus segera dicari. Ada kekhawatiran yang berlebihan dan keinginan yang kuat untuk berjumpa atau paling tidak tahu kondisi..”sehatkah hari ini?”..hemmm
Kalau tidak berkomunikasi mungkin akan putus silaturrahim, putus ukhuwah..itu lah kata-kata yang biasa dijadikan alasan..
Kita sering mengatakan cinta kerana Allah. Buktinya saling nasehat menasihati dalam kesolihan. Tetapi tanpa ikatan apapun, kita memberi perhatian khusus pada sebuah nama. Tidakkah kita berpikir bahwa yang harus dicintai kerana Allah banyak jumlahnya? Tidak hanya dia seorang. Pengkhususan kepada satu nama adalah pemfokusan jaring pesona setan yang berbahaya.
Saling memberi nasihat dan tazkirah satu sama lain, saling memberi hadiah buku penyucian hati, kaset nasyid dan murattal..tetapi ternyata merusak hati..bukan itu yang kita inginkan..
Ketika mula hati terbesit ingin bercinta, maka pandangan pertama seringkali hanya namapak kesolihan, kemuliaan akhlak dan kesamaan visi dalam dakwah. Biasa dengar ucapan ini kan…??
Biasanya bila sudah terjalin komunikasi yg lancar, maka timbullah perasaan keinginan untuk saling memberi perhatian, sekedar memahami atau bahkan berusaha memberikan protect agar si dia senantiasa dalam kesolihan..ehemmmmm..
Kadang-kadang sampai ada yang berpesan: “ukhti, tolong tengokkan dia ya, dijaga, diperhatikan dan dinasihati agar tetap istiqomah dijalan dakwah.."
Jujurlah saudaraku ! Ini cinta atau nafsu..???
Bentuk hubungan yang lepas dari nilai-nilai syar’ie, tidak pernah ada cinta. Yang ada hanya nafsu dan zina dengan segala topeng yang mungkin sulit dikenali kecuali orang yang berhati jernih yang siap menerima kebenaran..
Ketika sholat kita karena dia dan bukan karena DIA. Ketika tahajud kita karena takut besok ditanya oleh dia. Ternyata puasa sunnah kita pun karena dia juga. Kita jadi pemberani dan jagoan pun kerana dia dekat dengan kita. Kita jadi rajin belajar kerana dia. Astaghfirullah..kalau semua kerana dia dan untuk si dia, lalu yang kita simpan untuk bekal akhirat apa?
Islam memposisikan segala sesuatu dalam posisinya yang pas dan menenteramkan. Kita tidak menemukan perintah bahkan terlarang untuk membunuh cinta dan hawa nafsu dengan cara membenarkan cara diri sendiri.
Cinta kita tidak keluar dari kerangka cinta suci Ilahiah bahkan menjadi pembangun kebersamaan dalam kesholihan.
Sebuah solusi bagi cinta dan syahwat adalah pernikahan. Yaitu sebuah ikatan yang menghalalkan apa yang sebelumnya haram. Sebuah ikatan yang menjadikan apa yang sebelumnya dosa sebagai pahala.
Jika kemampuan memang belum ada, maka keinginan dan niat suci tetap harus ada. Jika tidak, maka kita mungkin termasuk dalam salah satu golongan yang disebut oleh Imam Ahmad bin Hanbal berikut:
nah lho..???
Kata Dr.Ali Akbar
Buktinya..zina tangan..kaki..mata..hati..tersembunyi dan menyendiri, tiada siapa pun pernah mencoba untuk mengerti, betapa beratnya zina hati…
Jangan kalian mendekati zina. Apa maksudnya? Jangan melakukan zina saja atau semua jalan yang menuju kearah zina.,
Inikah cinta kita..??? Merusak niat, memalingkan konsentrasi ibadah, atau sampai tidak ada bedanya dengan para remaja lelaki dan wanita sekarang, maka ada sesuatu yang harus diluruskan.
Kita menjadi pengecut, masih takut untuk menanggung beban hidup berumah tangga. Dan sebaliknya, kita begitu licik bersegera untuk menikmati sisi-sisi indah dalam hubungan dua insan tanpa ikatan halal. Benar-benar pengecut!
Kita mengaku takut kepada ancaman neraka Allah, tapi berpacaran dengan pegangan tangan, pelukan dan ciuman atau bahkan lebih dari itu..berani engkau lakukan. Kalau sudah begitu untuk apa engkau mengaku takut kepada api neraka..?? Tahukah engkau saudaraku, dengan begitu engkau sudah menipu Allah. Allah saja berani engkau tipu, apalagi kepada manusia biasa. Astaghfirullah..betapa dzalimnya dirimu !
Maaf kawan, jika kata-kata saya ini tidak berkenan dihati kalian semua. Tapi demi sebuah kebenaran, maka hal itupun tetap saya katakan.
Kita mencicipi manisnya tebu cinta yang belum sah untuk dirasai dan tak bisa menanamnya kembali untuk masa depan yang terbentang di depan kita.
Kata Ust. Anis Matta:
Sayang sekali, yang dibangun bukan perbaikan diri, tetapi ‘proses penopengan’ diri alias kita bukan menjadi diri sendiri.
Kita nampak berbeda waktu dekat dengannya, namun berbeda pula saat berada sendiri di rumah. Inilah yang bahaya untuk perkembangan keperibadian kita.
Sering kita mengadu masalah dengan si dia, baik kecil atau besar. Tapi mengapa ya, sampai sesetia itu bantuannya walaupun masih tidak ada ikatan? Bersiaplah engkau untuk menjadi orang yang tidak mampu menyelesaikan masalah jika semua perkara engkau gantungkan padanya, pada si dia yang juga lemah seperti dirimu. Sungguh rasa ketergantungan itu berbahaya sahabatku!
“Terimalah aku apa adanya…” itu alasan paling klise saat merasakan indahnya masa pacaran. Sebuah kalimat sakti yg menjadi jurus andalan saat menaklukkan hati si dia. Akhirnya engkaupun melaju berpacaran dengan konsep ‘saling memahami’. Kerana keterbukaan, mengharuskan kita untuk saling menumpahkan keluh kesah, mencurahkan isi hati, dan memberi perhatian. Untuk apa curhat masalah padanya,kalau bukan untuk mencari perhatiannya..? Yang benar adalah curhatkan masalahmu kepada Allah. Paling tidak curhatkan kepada sahabatmu sesama akhwat. Bukan kepada orang lain selain mahrammu.
Ustad Fauzil ‘Adhim berkata:
Pacaran sudah merasakan bumbu (penyedap) yang seharusnya mereka gunakan untuk menyedapkan kehidupan rumah tangga. Saling mencurahkan, berbagi, meredakan kegelisahan, memberi perhatian…semua sudah..pandangan kasih nan sayu, sentuhan fisik, sandaran atau pelukan, berpegangan, sentuhan mesra….semua sudah diperbuat. Jika hal itu semua sudah dilakukan selama berpacaran, Lalu apa lagi nikmat yang ada yang perlu disyukuri setelah pernikahan? TIDAK ADA ! yang ada adalah dia sudah menjadi barang bekas, meskipun itu bekasmu sendiri.
Kalau engkau menikah dan pernah pacaran, engkau akan membandingkan pacaran dengan pernikahan. Dan pasti pacaran itu lebih indah kerana pacaran memang mencari yang indah-indah saja. Apa ada lagi yang lain..?
Ketika pacaran, engkau hanya melihat kebaikan yang ada pada si dia saja. Maka bila sudah menikah, engkau akan membuat perbandingan antara isterimu dengan waktu pacaran dulu sebab engkau hanya melihat sifat baiknya saja ketika pacaran.
Cinta tidak lagi menjadi energi yang mendorong produktivitas amal dunia-akhirat, tapi menjadi beban yang memberati jiwa untuk bebas berbakti dan beramal.
Mudahnya kita bisa mengatakan bahwa kita mencintai dia karena Allah semata. Betapa ringan kita menulis “uhibbuki fillah ya ukhti", atau "ukhti..aku mencintaimu karena Allah.." bla..bla..bla dan lain lain lengkap dengan tetek bengeknya. ehemmmm...
Bandingkan jika engkau mengucapkan cintamu sekarang (belum masanya), tetapi ternyata Allah tidak menghendaki dirimu berjodoh dengannya, bukankah hanya sakit hati yang akan kau rasa?
Engkau meyakini sepenuh hati bahawa Allah pasti menjodohkan dia dengan engkau, lalu bukannya meminta yang terbaik dalam istikharahmu, tetapi benar-benar ‘menyuruh’ atau 'mendikte' Allah. Pokoknya, mesti dia Ya Allah.. pokoknya harus dia..! Kalau bukan dia gak mau !
Maka engkau meminta dengan ‘paksa’, lalu Allah Yang Maha Baik pun akhirnya memberi juga padamu yang kau minta itu. Maka yakinkah kamu Allah memberikan dengan kelembutan atau melemparnya dengan kemarahan karena niatmu yang sudah terkotori..? Maka bersiaplah untuk menggigit jari dan menghadapi murka-Nya kelak.
Cinta yang sehat mengajarkan kecerdasan, kematangan emosi, ketenangan hati dan kedewasaan berfikir. Ia mengajarkan kesabaran menahan syahwat, atau membingkainya dalam ikatan suci yang diridhoi Allah..insyaAllah.
Bukan cinta yang hanya mencari kesenangan dunia semata, yang hanya mengenal peluk cium dan gandeng mesra.
Cinta yang tidak sehat hanya akan melahirkan insan yang tidak lagi khusyuk karena hati selalu teringat kekasih. Mata yang mencuri pandang atau pun saling menatap.
Sekecil apapun pelanggaran itu, ia tetap menjadi identitas dosa.
MUHASABAH..!
Baiklah, selesai sudah entah berapa banyak nikmatnya berpacaran sebelum pernikahan itu engkau lalui dan nikmati. Jadi, apa yang tersisa sekarang? Di mana nikmat yang Allah janjikan akan lebih baik dan penuh kebahagian tersebut pada saat hubungan haram berubah menjadi halal dengan nama ‘pernikahan’ itu, jika semuanya telah dilakukan seenak-enaknya sebelum berlaku ikatan halal tersebut..???Engkau telah bermesra-mesraan sekian lama sebelum itu, jadi di mana lagi kemesraan selepas perkawinan? engkau telah merasakan nikmatnya saling peluk-pelukan sebelum itu , jadi di mana lagi nikmatnya selepas pernikahan? engkau telah merasakan suasana saling berdua-duaan tentang cerita bahagia dan derita, maka apa lagi yang akan engkau sampaikan pada suami atau istrimu di kamar pengantin selepas perkawinan? SUDAH HABISLAH SEMUA. Yaa..Habis sudah karena semua sudah dirasakan sewaktu berpacaran dulu, mana nikmatnya semua itu setelah engkau habiskan sehabis mungkin sebelum pertalian halal dengan jalan yang penuh dengan liku-liku dosa..???
Pikirkanlah itu saudara dan saudariku..pikirkanlah..!!
Barakallhufikum..semoga menjadi renungan dan motivasi yang bermanfaat
Wassalam..
------------------------------------
- Bidadari Angin Timur -
_*semoga kita bisa menjadi lebih baik*_
Diketik ulang dari Rya Humaira Ar-Rumaki Notes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon memberikan komentar yang sesuai dengan topik artikel. Komentar Anda akan kami review dahulu sebelum ditampilkan !!!